Penyusun : Ummu Ziyad
Muraja’ah : Ust. Aris Munandar
Mohon maaf, kali ini saya copy paste karena saya hanya ingin
menunjukkan artikel dari sebuah website yang bernuansa Islami ini. Saya tidak mau mengubah atau mengaku - ngaku. Isi dari
artikel ini saya rasa bagus dan baik untuk kita simak agar kita bisa menjadi
lebih baik dan bertambah pengetahuan.
Suatu ketika, terjadi percakapan
antara sepasang suami istri.
“Bang, jumlah orang Islam tuh lebih
sedikit ya daripada Nasrani?”
“Iya kalau ukurannya internasional lebih sedikit.”
“Hmm… belum lagi kaum munafiqin di dalam Islam itu sendiri ya bang? (wal’iyya dzubillah.)”
“Iya…”
“Belum lagi orang-orang yang berpikiran liberal ya?
“Iya…”
“Belum lagi…”
“Iya kalau ukurannya internasional lebih sedikit.”
“Hmm… belum lagi kaum munafiqin di dalam Islam itu sendiri ya bang? (wal’iyya dzubillah.)”
“Iya…”
“Belum lagi orang-orang yang berpikiran liberal ya?
“Iya…”
“Belum lagi…”
Tahu tidak saudariku, belum lagi
yang terakhir itu apa?
Belum lagi orang yang mungkin sebenarnya mengaku dirinya Islam, tapi ia tidak mengenal Islam dan mungkin tidak paham bahwa dia telah keluar dari Islam. Kita berlindung kepada Allah dari hal demikian.
Belum lagi orang yang mungkin sebenarnya mengaku dirinya Islam, tapi ia tidak mengenal Islam dan mungkin tidak paham bahwa dia telah keluar dari Islam. Kita berlindung kepada Allah dari hal demikian.
Makna Islam sebagaimana
didefinisikan para ulama adalah
االأِسْتِسْلامُ لِلَّهِ بِالتّوحيدد
al istislamu lillahi bit tauhid
و الأنقياد له بالطاعة
wal inqiyaadu lahu bit too’ah
wal inqiyaadu lahu bit too’ah
و البراءة من الشرك و أهله
wal barooatu minasyirki wa ahlihi
wal barooatu minasyirki wa ahlihi
Mari kita perjelas satu persatu
definisi tersebut.
1. Berserah diri kepada Allah dengan
cara hanya beribadah kepada-Nya dan tidak kepada selain-Nya.
Artinya kita benar-benar melakukan
peribadatan dan segala bentuk penghambaan hanya kepada Allah.
“Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang
Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia
tiada beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara
dengan Dia.” (Qs. Al Ikhlas [112]: 1-4)
Sebagai contoh, sebagian besar dari
saudara kita masih sulit meninggalkan kepercayaan pada ramalan bintang (zodiak)
dan penentuan nasib baik dan buruk berdasarkan hal ini (artinya ia
menggantungkan urusannya dan pengharapannya pada sesuatu selain Allah). Padahal
perkara ghaib hanyalah Allah yang mengetahui dan hanya kepada Allah-lah
seseorang menggantungkan segala urusannya selain usaha yang dilakukannya.
Akhirnya, dari perkara yang sulit
ditinggalkan ini merambat ke hal-hal lain yang juga merupakan bentuk-bentuk
kesyirikan yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam. Maka untuk poin
pertama ini, kita harus memperbaiki ilmu tentang tauhid. Dan janganlah merasa
aman dan merasa pintar sehingga mengatakan “Ah, bosan bahasannya tauhid
terus.” Bukankah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berdakwah
di Mekah selama 13 tahun untuk menanamkan pondasi penting ini kepada para
sahabat? Begitu pentingnya tauhid, karena menjadi dasar untuk peribadahan yang
lain. Dan begitu pentingnya tauhid ini, agar segala amal ibadah tercatat
sebagai amalan ibadah dan tidak terhapus begitu saja oleh kesyirikan.
Sebagai contoh pentingnya tauhid,
tidak akan ada kemenangan besar dalam jihad fi sabilillah jika di
dalamnya terdapat hal-hal yang merusak tauhid, seperti jimat, bergantung pada
jin, aji tolak bala dan sebagainya.
2. Menundukkan ketaatan
Artinya, seorang muslim menundukkan
segala bentuk ketaatan kepada Allah dengan melaksanakan segala perintah Allah
dan Rasul-Nya. Mungkin kita tidak sadar, bahwa selama ini kita bukan taat
kepada Allah dan Rasul sebagaiman yang diperintahkan oleh syari’at. Bahkan kita
terjatuh pada perilaku orang-orang jahiliyyah yang lebih mengedepankan ketaatan
kepada tetua yang jika ditelusuri ternyata tidak mengajarkan hal-hal yang
sesuai dengan syari’at-Nya.
َاوَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْاْ
إِلَى مَا أَنزَلَ اللّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُواْ حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا
عَلَيْهِ آبَاءنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ شَيْئاً وَلاَ
يَهْتَدُونَ
“Apabila dikatakan kepada mereka:
Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul.” Mereka
menjawab: “Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami
mengerjakannya.” Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka
walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula)
mendapat petunjuk?” (Qs. Al Maaidah [5]: 104)
Sebagai contoh kecil, karena sudah
dari kecil diajarkan merayakan maulid nabi, isra mi’raj dan hari-hari besar
yang bahkan dijadikan libur nasional, maka kita menganggap bahwa kita harus
tunduk dan ikut merayakannya. Padahal jika benar kita taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, maka kita tunduk dan pasrah tidak merayakan hari-hari
tersebut karena memang hari-hari tersebut tidak disyari’atkan (tidak
diperintahkan) oleh Allah dan Rasul-Nya.
3. Berlepas diri dari syirik dan
pelakunya
Jika seseorang berserah diri hanya
kepada Allah dan tidak kepada yang lain, maka ia akan berlepas diri dari
kesyirikan dan pelakunya. Karena sungguh sia-sialah seluruh amalan seorang
muslim jika ia melakukan kesyirikan.
وَلَوْ أَشْرَكُواْ لَحَبِطَ عَنْهُم
مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
“…Seandainya mereka mempersekutukan
Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (Qs. Al An’am [6]: 88}
Contoh dalam masalah ini adalah
ucapan selamat natal kepada kaum nasrani. Padahal jelas-jelas natal dirayakan
oleh mereka dalam rangka ‘kelahiran’ yesus (yang dianggap tuhan). Maka jika
kita memberi ucapan selamat kepada mereka, ini dapat diartikan menyetujui hari
tersebut dan berarti mengakui adanya tuhan selain Allah.
Begitulah kesyirikan, kadang samar
sekali tak terlihat secara langsung, namun sungguh sangat membinasakan. Oleh
sebab itulah, kaum muslimin disarankan membaca do’a sebagai berikut agar segala
bentuk kesyirikan yang mungkin secara tidak sadar dilakukan, diampuni oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
اللهمَّ إنّي أعوذُ بكَ أنْ أُشْركَ
بكَ وَ انا أعْلمُ و أستغفرُك لما لا اعْلمُِ
Allahuma inni ‘a udzu bika an usyrika bika wa ana a’lamu wa astaghfiruka limaa laa a’ lam.
Allahuma inni ‘a udzu bika an usyrika bika wa ana a’lamu wa astaghfiruka limaa laa a’ lam.
“Ya Allah, sesungguhnya aku
berlindung dari berbuat kesyirikan kepadamu yang aku ketahui, dan aku memohon
ampunanmu dari kesyirikan yang aku tidak ketahui.” (HR. Ahmad)
Semoga menjadi pengenalan singkat
tentang Islam yang bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Maraji’:
- Majalah Al Furqon edisi 5 tahun ke-8 1429/2008
- Syarah Tsalatsatul Ushul (terjemah) Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin,
Pustaka Al Qowam cetakan ke-6 2005
3. ***
4. Artikel
muslimah.or.id
Nah… Gimana? Apakah
rekan-rekan pembaca mendapatkan info penting dari artikel di atas? Semoga saja
seperti itu.
Terimakasih telah berkenan membuka blog kami.
Update terus informasi dari kami.!!!!
Wassalamualaikum wr wb
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan Berikan Komentar Anda untuk membantu perbaikan. Atau jika anda ingin berdikusi di sini.